Kamis

SDI


Sumber Daya yang Terlupakan

Nenek moyangku seorang pelaut... Gemar mengarungi luas samudera, dst. Lagu itu diajarkan oleh guru-guru kita saat kita masih di bangku TK. Syair itu menggambarkan bagaimana nenek moyang kita dahulu melaut. Mereka adalah orang-orang yang tangguh mencari kekayaan di samudera yang bisa saja menelan jiwa mereka. Tapi tak sedikit pun mereka takut karena mereka mempunyai prinsip “Siapa menaklukkan gelombang, dia yang akan menggenggam dunia.” Beberapa buku sejarah SD kita juga bercerita bahwa kerajaan pertama Indonesia, Sriwijaya, memiliki potensi luar biasa dengan memanfaatkan lautan sehingga disebut kerajaan maritim. Relief-relief di Candi Borobudur juga menggambarkan bagaimana manusia pada zaman itu memanfaatkan potensi laut.

Alquran juga banyak memberikan isyarat tentang potensi laut yang luar biasa. Disana juga dijelaskan bagaimana sejarah orang-orang pada zaman dahulu yang mencari kekayaan dengan memanfaatkan lautan. Sampai-samapai dalam QS Ala’raaf 163 Allah melarang Bani Israil yang tinggal di dekat pantai mencari ikan pada hari Sabtu karena mereka telah berlebihan. Karena mereka tidak patuh maka disebutkan bahwa mereka tidak akan menemukan ikan lagi setelahnya (overfishing).

Di sisi lain, Allah memberikan isyarat kepada manusia untuk memanfaatkan potensi luar biasa berupa lautan. Misalnya dalam QS Annahl:14. “Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.”

Indonesia negeri yang kaya akan potensi lautan. Negara yang secara geografis diapit oleh dua Samudera penting di dunia, yakni Samudera Pasifik dan Hindia. Memiliki kepulauan terbesar di bumi dengan jumlah pulau 18.108 dan garis pantai sepanjang 81 ribu kilometer (Djamil, 2010). Dua samudera itu menjadi arus lalu lintas penting bagi perdagangan negara-negara di dunia. Tak hanya itu, Indonesia juga dilalui oleh The great conveyor belt yang membawa arus dingin hasil upwelling yang kaya akan nutrisi dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia (Arus Lintas Indonesia = Arlindo) Belum lagi topografi laut Indonesia yang mendukung terjadinya up welling. Menurut Komisi Plasma Nutfah Indonesia, perairan umum daratan Indonesia mempunyai plasma nutfah luar biasa dengan jumlah jenis ikan 25% dari jenis ikan yang ada di dunia. Sumber daya hayati khususnya sumber daya ikan yang dimaksud di sini adalah seluruh organisme yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya di laut. Itu artinya tidak hanya ikan, tetapi juga rumput laut, cumi-cumi, mutiara, algae, dsb. Belum lagi yang non ikan, seperti tambang bawah laut. Namun faktanya PDB (Produk Domestik Bruto) kita hanya 2,75% yang disumbang oleh sektor perikanan. Itu artinya Indonesia masih belum berhasil memanfaatkan potensi laut secara optimum. Padahal menurut Poernomo (2010) potensi lestari maksimum (MSY) kita 6,4 juta ton per hari untuk seluruh jenis ikan.

Alquran juga menjelaskan tentang adanya dua laut yang mengalir lalu kemudian bertemu tetapi memiliki batas di antara keduanya yang tidak dapat dilampaui oleh masing-masing. Disana dapat dijumpai lu’lu’ dan marjan (QS. Arrahman 19-22). Bisa jadi yang Allah maksud dua laut itu adalah dua samudera yang mengapit Indonesia. Karena keduanya memilki karaketeristik yang berbeda satu sama lain, baik sensitas, salinitas, suhu, arus, dsb. Artinya Allah memberikan sebuah isyarat kepada bangsa Indonesia untuk memanfaatkan potensi itu. Perlu diketahui bahwa penduduk yang mayoritas muslim lebih dari 90% tinggal di kawasan pesisir. Namun ironisnya hanya 3% yang menjadi nelayan (Djamil, 2010). Potensi luar biasa dari laut rupanya kurang bisa terbaca oleh masyarakat Indonesia baik yang tersirat di laut maupun yang tersurat di Alquran.

Padahal banyak negara kecil yang makmur karena memanfaatkan potensi lautan. Bahkan sebagian besar negara maju karena memanfaatkan potensi lautan, seperti Jepang, Hongkong, Inggris, bahkan negara kecil tetangga kita, Singapura. Seharusnya kita, bangsa Indonesia yang mempunyai potensi besar, bahkan lebih dari mereka mampu bersyukur karena keufuran membawa dampak pahit bagi kita. Allah mengncam hambanya yang kufur dengan siksa yang pedih.

Sesungguhnya stake holder dalam hal ini, yakni pemerintah memiliki peranan penting. Kebijakan pembangunan yang memihak kepada pemanfaatan Sumber Daya Ikan di laut Indonesia secara optimum dan berkelanjutan sangat diperlukan. Sebab lautan bukanlah suatu kendala tetapi solusi kekayaan negeri kita. Laut kita perlu dijaga dengan pertahanan yang kuat sehingga tidak sampai terjadi lagi pencurian ikan oleh negara-negara yang sadar akan potensi laut Indonesia. Laut kita perlu dijaga dari keserakahan manusia yang bisa mengakibatkan over fishing dengan peraturan-peraturan dan kebikjakan yang memihak kepada kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia tak terkecuali kemakmuran para ikan itu sendiri dan generasi-generasi kita nantinya.

Tidak hanya pemerintah, tetapi kita harus memulainya dari diri kita sendiri baik secara individu maupun kelompok. Masyarakat pesisir perlu diperhatikan. Mereka umumnya tak mampu mempertahankan harga ikan karena terlilit oleh kebutuhan. Hal ini akibat keterbatasan teknologi, keterampilan menambah nilai jual ikan, dan ekonomi mereka sendiri. Mau tidak mau mereka menjual ikan yang telah mereka dapatkan susah payah dari melaut seharian dengan harga tak sebanding dengan keringat yang dicucurkan. Bagaimana tidak, kalu tidak mereka berikan, ikan akan mudah busuk dan tidak laku terjual.

Secara individu kita bisa membantu nelayan dengan memperbanyak makan ikan dan mengampanyekan makan ikan. Karena Indonesia yang kaya laut ini kenyataannya memiliki tingkat konsumsi ikan yang sangat rendah. Berdasarkan data Susnas tahun 2008 (Poernomo, 2010), di desa, konsumsi ikan hanya 20,23 kg/kapita/tahun. Sementara di kota tidak beda jauh, yakni 20,65 kg/kapita/tahun. Angka ini masih relatif kecil dibandingkan negara tetangga kita, seperti Singapura (85 kg/kapita/tahun) atau Malaysia (45 kg/kapita/tahun).

Secara berkelompok kita bisa membantu para nelayan dan masyarakat pesisir dalam mengeksplorasi potensi sumber daya alam yang tersedia di depan mata maupun sumber daya manusianya. Mengentas berbagai kemiskinan yang hingga kini masih diidap oleh masyararakat pesisir, baik kemiskinan secara materiil maupun moril ataupun spiritual. Sebagian besar dari mereka yang mayoritas muslim masih banyak yang mengidap penyakit bid’ah, khurofat, tahayul, hingga syirik. Contoh kecilnya mereka masih percaya Nyi Roro Kidul beserta upacara-upacara untuk menyembahnya. Melalui itu kita dapat membantu mereka kita memperoleh kekayaan moral dan spiritual dan kebahagiaan yang kekal. Sementara serara materi kita bisa membantu mengolah hasil tangkapan maupun perekonomian mereka. Kita dapat menerapkan koperasi atau perbankan yang bebas riba sehingga menunjang modal mereka dalam melaut maupun mengolah hasil tangkapan sehingga mereka bisa merasakan keuntungan dari penghasilan mereka, atau hal-hal lain yang membebaskan mereka dari keterpurukan secara ekonomi maupun sosial. Tetapi sekali lagi dukungan dari pemerintah juga sangat diperlukan. Wallahu a’lam bishshowab
Fastabiqulkhoirot.
 

Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez