SEMINAR DENGAN MUSLIMAH HTI
Tanggal 6 Desember 2008 kemarin, Immawati Bogor diundang Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia. Kali ini agendanya adalah seminar dengan tema “Saatnya Intelektual Mencari Solusi krisis Pangan dan Energi.” Seminar ini diikuti oleh muslimah HTI dan beberapa undangan dari instansi-instansi maupun ormas-ormas di Bogor. Tempatnya di Auditorium LIPI Bogor.
Ada empat pembicara yang hadir di sana. Intinya mereka membahas tentang sebab-sebab krisis pangan maupun energi di sana. Dua pembicaranya adalah dosen IPB, yakni dosen TIN dan Ilmu Gizi. Sementara satu lagi adalah seorang doctor muda dari teknik metalurgi ITS. Beliau mengatakan bahwa Indonesia adalah Negara penghasil tambang terbesar kedua di dunia. Namun ternyata semua itu tidak membuat Indonesia mampu menyelesaikan krisis energi, terutama bahan bakar. Ini karena tambang kita telah dikontrak oleh Negara lain guna mencukupi kebutuhan mereka. Akibatnya Negara kita justru yang harus antri BBM.
Soal pangan juga begitu. Negara kita sudah surplus beras 1,3 juta ton tahun ini. Ini artinya Negara kita sudah swasembada beras. Tetapi rupanya Indonesia tetap harus mengimpor gandum dalam jumlah yang sangat besar. Ini karena masyarakat kita sudah sangat tergantung dengan terigu. Mulai dari makan mie, roti, dll. Kita tidak sadar bahwa Negara kita bukan Negara penghasil gandum. Kebiasaan mengonsumsi makanan tersebut harus segera diubah. Demi menyalamatkan nasib bangsa. Berapa dana untuk mempromosikan prodauk-produk tersebut? Seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana caranya mencari solusi untuk diversifikasi pangan, bukan untuk mengeluarkan dana dalam rangka meredakan keluhan masa saat menaikkan harga BBM.
Terlebih lagi saat ini kaum intelektual sedang mengupayakan bioenergi. Padahal sbagian bionenergi bahan dasarnya adalah bahan makanan seperti singkong dan tebu. Padahal negeri sedangkekuranagn pangan. Menurut ahli pangan hal ini tentu kurang bijak. Lebih baik saat ini kita lebih konsen ke pangan. Karena panganlah yang mampu meningkatkan kecerdasan bangsa. Kalau bangsa masih kelaparan, bagaimana bias berpikir logis. Selain itu emosi juga jadi tidak stabil. Akhirnya banyak tawuran di negeri ini. Karena perut mereka berteriak memprotes.
Intinya saat ini pemerintah belum mengaplikasikan syariat Islam dalam menentukan kebijakan. Sehingga kebijakan tersebut kesannya hanya merugikan masyarakat. Padahal mayoritas pmerintah beragama Islam.
Mengapa negeri yang sebenarnya kaya energi baik pangan maupun nonpangan ini justru krisis energi???? Mungkinkah selama ini bangsa ini terlalu terlena. Kalau negeri miskin, penduduknya berpikir, bagaimana mencukupi kebutuhan hidup. Namun negeri yang kaya memiokirkan bagaimana mengahabiskan kekayaannya… Dilema bukan…..????
0 komentar:
Posting Komentar